Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Realita Pendidikan di Negeri Katulistiwa

Pendidikan yang berasal dari kata didik, mendidik, yang mempunyai makna mengajarkan sesuatu hal apapun sehingga individu yang kita ajari menjadi terdidik / terlatih. Pendidikan merupakan suatu syarat seseorang untuk menyongsong masa depan baik melalui pendidikan formal maupun nonformal. Pendidikan yang wajar di dapat seorang anak pertama kali adalah dari ibunya, baru kemudian ayahnya. Berarti Peran orang tua terutama ibu sangat berpengaruh bagi pembentukan kepibadian seorang anak. Anak tersebut kepribadiannya seperti apa kelak tergantung dari bagaimana orang tua mendidik meskipun nantinya setelah menginjak umur untuk sekolah, tetap saja pendidikan pertama didapat dari orang tuanya. Jika kita melihat nasib pendidikan anak yang tidak diperhatikan orang tuanya tentunya orang tua tersebut sangat berdosa kepada si anak. Selain itu anak yang tidak memiliki orang tua tentu sangat kasihan, terutama anak jalanan. Pendidikan yang diberikan anak setelah menginjak umur  7 tahun pada umumnya, adalah pendidikan formal. Pendidikan formal tetap harus ada peran orang tua untuk tetap mendidik dan mengawasi. Sehingga pendidikan anak menjadi terkontrol dan si anak terperhatikan.

Pedidikan di Indonesia sebagai mana diatur dalam Pasal 31 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, di dalam Pasal 31 ayat (1) UUD RI 1945 bahwa “Setiap warga Negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan”. Realitanya cita-cita dari pasal tersebut masih jauh dari apa yang dimaksud dari pasal tersebut. Jika kita lihat banyak anak jalanan yang tidak sekolah ataupun putusa sekolah yang selalu dikejar-kejar Polisi Pamong Praja, yang katanya mengganggu ketertiban umum. Seharusnya mereka bukan di jalan melainkan duduk manis di sekolah, mendapatkan pengajaran dari guru, punya teman banyak, dan mendapatkan perhatian dari gurunya. Itu semua hak anak-anak jalanan yang juga termasuk warga Negara Indonesia. Kita juga lihat anak-anak di pedalaman apakah mereka juga dapat pendidikan seperti anak-anak di kota. Di pedalaman umumnya jauh dari sarana dan prasarana yang memadai, sekolah banyak yang tidak terawat bangunannya, atapnya bocor, bangunannya banyak yang mau roboh. Akan tetapi mereka (anak-anak) tetap semangat untuk sekolah, apakah pemerintah hanya diam saja melihat hal tersebut, seharusnya tidak. Kita juga lihat anak-anak golongan elit (ekonomi sulit) tentu menjadi pertimbangan besar bagi orang tua golongan  elit (ekonomi sulit) tersebut untuk mensekolahkan anak-anaknya. Para orang tua golongan elit tentu lebih memilih agar anak-anaknya bekerja saja dari pada harus sekolah karena jika ingin sekolah beban SPP yang tidak sedikit menjadi kendala bagi para orang tua kaum elit, meskipun adanya dana BOS tetap saja sekolah minta dana ini, itu, dan lain sebagainya. Seharusnya pemerintah bertindak tegas terhadap sekolah-sekolah yang melakukan pungutan liar.

Dari sekian alasan untuk tidak bersekolah adalah masalah ekonomi yang paling dominan. Padahal di dalam Pasal 31 ayat (2) UUD RI 1945 bahwa “setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Cita-cita dari pasal tersebut juga masih dari tujuan. Seharunya Pemerintah bersama masyarakat memikirkan pendidikan Indonesia kedepannya. Mungkin pemerintah dengan anggaran hanya 20% untuk pendidikan tidak sanggup untuk membiayai semua anak yang tidak dan putus sekolah, bisa saja pemerintah mengajak para pengusaha di Indonesia untuk memberikan bantuan dana, atau juga menganjurkan orang-orang ekonomi atas untuk menjadi orang tua asuh. Jika pemerintah sebagai eksekutif dan masyarakat tidak bertindak, lalu siapa lagi yang bertindak. Sehingga cita-cita Negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa seperti dalam Pembukaan UUD RI 1945 dapat tercapai.

Di saat era globalisasi dengan dibarengi dengan perkembangan teknologi yang pesat, saat Ini Indonesia hanyalah menjadi Negara konsumtif bukan Negara Produktif. Saya berharap peran pemerintah juga peran serta masyarakat dapat mengubah pendidikan di Indonesia menjadi Negara yang berpendidikan dan bermoral tinggi minimal, dan akan sangat bangga tokoh-tokoh perjuangan sebelum kita melihat Indonesia menjadi Negara maju. Semoga para tokoh pendahulu kita dapat tersenyum melihat Indonesia kedepannya. 

1 komentar untuk "Realita Pendidikan di Negeri Katulistiwa"

Dilarang Anonym